Monday, May 12, 2014

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT



UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
Jurusan Sistem Informasi
Paper Kelompok Topik-Topik Lanjutan Sistem Informasi
Semester Genap tahun 2014


SUPPLY CHAIN MANAGEMENT


GORBY W SITUMORANG                                          1501187110
BAMBANG TRI HERMANTO                                     1501182961
ANDREAS                                                                       1501166434
ALBERTUS HANDOKO AGUNG WIDODO             1501151205
TIYARA EKA SEPTIANTI                                            1501165375

06PAM / 04


Abstrak

Perkembangan dalam dunia bisnis yang sangat cepat dan di dukung dengan kemajuan teknologi informasi yang juga sangat cepat membuat perusahaan harus bergerak cepat dalam mengembangkan bisnis di perusahaannya dengan menerapkan SCM (supply chain management) .
 Dengan menerapkan SCM (supply chain management) maka perusahaan dapat meningkatkan profit pada perusahaannya dan juga mengintegrasikan secara efisien antara pemasok, perusahaan manufaktur, pergudangan, dan toko, sehingga barang yang diproduksi dan didistribusi dapat berkualitas dengan tepat, lokasi yang tepat, dan waktu yang tepat, serta mampu mengurangi biaya-biaya yang yang tidak penting.
Dalam menerapkan SCM (supply chain management)pada sebuah perusahaan pasti akan ada resiko-resiko yang akan di hadapi dalam menerapkannya. Oleh karena itu, untuk mengatasi resiko-resiko yang ada perusahaan harus membuat planning untuk mencegah resiko tersbut.
Penulisan paper ini dilakukan dengan dasar mengikuti seminar topik-topik lanjutan sistem informasi dengan topik SCM (supply chain management) dan melakukan studi kepustakaan dan mencari jurnal-jurnal di internet sebagai refrensi dalam pembahasan topik paper ini.  
Diharapkan dengan penulisan paper ini pembaca dapat mengerti tentang SCM (supply chain management), resiko-resiko yang di hadapi dalam menerapkan SCM (supply chain management) dan contoh penerapan SCM (supply chain management) pada sebuah perusahaan.

Kata Kunci :
Supply Chain, Supply Chain Management, E-SCM, Internet, Ekstranet


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang

Seiring  dengan  berkembangnya  dunia  bisnis dan berkembangnya sebuah teknologi informasi yang terlihat dari beberapa  perusahaan yang telah menggunakan teknologi informasi dalam mendukung proses bisnisnya. Dengan berkembangannya teknologi informasi membuat persaingan daam dunia bisnis menjadi semakin lebih ketat.

        Sebagai contoh salah satu teknologi yang berkembang saat ini dan sangat diminati adalah Internet. Internet menjadi sebuah alat yang sangat populer dan di gemari masyarakat, karena masyarakat menyukai kemudahan dan kepraktisan untuk mendapatkan informasi yang ada di internet. Sehingga dengan adanya internet perusahaan dapat menerapakan SCM (supply chain management) untuk memberi kepuasan kepada pelanggan, meningkatkan profit,mengurangi biaya dan pemanfaatan asset perusahaan secara optimal.

        Dengan berkembangnya dunia teknologi informasi saat ini memungkinkan perusahaan besar dan kecil dapat bersaing secara efektif dan effisien dibandingkan sebelumnya. Dalam menerapkan SCM (supply chain management) pada sebuah perusahaan pasti akan ada resiko-resiko yang akan di hadapi dalam menerapkannya. Oleh karena itu, untuk mengatasi resiko-resiko yang ada perusahaan harus membuat sebuah planning untuk mencegah resiko tersbut.

SCM (supply chain management) merupakan suatu strategi atau filosofi management yang di gunakan untuk membantu dalam melakukan proses bisnis sehingga menjadi lebih efektif dan efisien, dan juga sebuah cara yang di gunakan untuk meningkatkan dan menambah jumlah pelanggan dan juga untuk meningkatkan  profit  bagi  perusahaan serta memperhatikan kebutuhan pelanggan.

Manfaat  yang  didapatkan  dengan  penerapan SCM (supply chain management)  pada  perusahaan  adalah meningkatkan kepuasan pelanggan, meningkatkan profit,mengurangi biaya yang tidak penting dan perusahaan akan menjadi lebih berkembang.

Dengan menerapkan SCM (supply chain management) pada perusahaan bisnis proses dapat dilakukan dengan sistem yang berbasiskan internet sehingga memudahkan mendapatkan informasi dari tiap stakeholder karena dapat di akses kapan  saja dan  dimana saja.

1.2       Ruang Lingkup
Penetapan ruang lingkup pada paper yang berjudul SCM (supply chain management) ini adalah mengenai:

1.      Sejarah SCM
2.      Konsep dan evolusi SCM
3.      Resiko dan Tantangan Asosiasi SCM
4.      Stakeholder dalam supply chain
5.      Tujuan Utama SCM
6.      Manfaat SCM
7.      Hambatan dalam menerapkan SCM
8.      Solusi untuk masalah SCM
9.      Perusahaan yang menerapkan SCM
1.3       Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan pembahasan pada latar belakang, maka dapat ditentukan tujuan pembuatan paper ini dan manfaat yang di dapatkan pada paper SCM (supply chain management).
Tujuan dari paper ini ialah :
1.      Memberikan suatu pengetahuan tambahan tentang SCM (supply chain management).
2.      Memahami cara menerapkan SCM (supply chain management) pada perusahaan dengan baik.

Manfaat dari paper ini ialah :
1.      Dapat mengerti dan memahami tentang SCM (supply chain management).
2.      Dapat menerapkan atau mengaplikasikan SCM (supply chain management) pada sebuah perusahaan.

1.4      Metodologi Penulisan
               Metodologi yang digunakan dalam penulisan paper ini adalah, sebagai berikut :
1.      Seminar Topik-Topik Lanjutan Sistem Informasi
Mendengarkan seminar topik-topik lanjutan sistem informasi yang berkaitan dengan topik yang dibahas pada paper ini.
2.      Metode Studi Kepustakaan
Melakukan pengumpulan informasi melalui dunia maya atau internet yang dapat dijadikan sumber dan panduan dalam penulisan paper ini.
1.5       Sistematikan Penulisan
·         BAB 1: PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan apa saja latar belakang penulisan paper ini, ruang lingkup, tujuan dan manfaat, dan metologi penulisan dari paper ini.
·         BAB 2: LANDASAN TEORI
Pada bab ini dijelaskan teori-teori yang mendukung penulisan paper ini.
·         BAB 3: PEMBAHASAN
Pada bab ini menjelaskan pembahasan tentang SCM (supply chain management) sesuai dengan ruang lingkup atau batasan pembahasan pada paper ini.
·         BAB 4: PENUTUP
Paa bab ini kami akan memberikan simpulan dan saran atas penulisan paper ini.

BAB 2
LANDASAN TEORI

 2.1      Teori-teori Dasar/Umum

            2.1.1    System

            Menurut O’ Brien dan Marakas (2006, p22), sistem adalah   sekumpulan komponen yang saling berhubungan, dengan batasan yang jelas, yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan.

            2.1.2    Software

Menurut O’Brien (2010, p124), software merupakan istilah umum untuk berbagai jenis program yang digunakan untuk mengoperasikan dan memanipulasi komputer beserta alat disekitarnya. Software bukanlah suatu program yang permanen, oleh karena itu seringkali disebut sebagai variabel yang dapat berubah-ubah atau berganti dari sebuah hardware komputer. O’Brien (2010, p124) juga memaparkan bahwa software dapat dibagi menjadi dua tipe utama yaitu: system software dan application software.
2.1.3    Informasi
                        Menurut Whitten dan Bentley (2007, p27) ,informasi adalah data yang telah di proses atau di organisasi kembali menjadi suatu bentuk yang lebih berarti untuk seseorang. Informasi di bentuk dari data yang telah di olah sehingga mempunyai arti bagi penerimanya.
                       
2.1.4    Hardware
                        Menurut Reynold dan Stair (2008, p2) dalam bukunya berjudul  Principles of Information Systems, Eighth Edition, hardware terdiri dari setiap  mesin (sebagian besar yang menggunakan sirkuit digital) yang membantu dalam pengolahan, input,  penyimpanan dan output kegiatan dari Sistem Informasi (SI).  Pertimbangan utama dalam membuat keputusan hardware dalam sebuah bisnis adalah bagaimana hardware dapat digunakan untuk mendukung tujuan sistem informasi dan tujuan organisasi.
                        Menurut Reynold dan Stair (2008, p2) dalam bukunya berjudul  Principles of Information Systems, Eighth Edition, investasi dalam hardware komputer memungkinkan suatu organisasi untuk dapat meningkatkan produktivitas kerja, meningkatkan pendapatan, mengurangi biaya dan menyediakan layanan pelanggan agar lebih baik.
2.1.5    Internet
Menurut Strauss (2012, p6), internet adalah jaringan global terdiri dari jaringan-jaringan yang saling berhubungan. Jaringan global ini meliputi jutaan jaringan perusahaan, pemerintah, organisasi, dan pribadi.
2.1.6    Ekstranet
Menurut Chaffey (2011, p15) Ekstranet adalah layanan yang disediakan melalui internet dan teknologi web yang disampaikan dengan memperluas intranet di luar perusahaan untuk pelanggan, pemasok dan kolaborasi
Menurut Sing (2004, p62) Ekstranet merupakan implementasi dari teknologi internet untuk sistem internal organisasi
Menurut Turban et al, (2012, p. 39) Ekstranet adalah jaringan yang menggunakan internet untuk menghubungkan beberapa intranet .
Jadi dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ekstranet adalah jaringan internet yang menghubungkan jaringan intranet perusahaan dengan jaringan intranet diluar perusahaan.
2.1.7    Jenis Ekstranet
Menurut Rainer Jr. dan Cegielski (2011, p345) Ada tiga jenis utama dari ektranet berdasarkan ketergantungan pada mitra bisnis yang terlibat () :
1.Perusahaan dan dealer, konsumen, atau pemasok.
Jenis dari ekstranet ini adalah yang berpusat di sekitar sebuah perusahaan tunggal.
2.Industri ekstranet
Sama seperti perusahaan tunggal dapat mengatur ekstranet, para pemain utama dalam industri dapat bekerja sama untuk menciptakan sebuah ekstranet yang akan menguntungkan semua dari mereka.
3.Usaha patungan dan kemitraan bisnis lain.
Dalam jenis ekstranet ini, para mitra dalam usaha patungan menggunakan ekstranet untuk pinjaman komersial. Para mitra yang terlibat dalam membuat pinjaman termasuk pemberi pinjaman, broker kredit, sebuah perusahaan penampung dan perusahaan kecil.

2.1.8    Pengertian Supply Chain

            Menrut Pujawan (2005, p5) Supply Chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk pemasok , pabrik ,distributor , toko atau ritel , serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik”.
            Menurut Turban et al., (2008, p307) Supply Chain adalah aliran material, informasi, uang, dan jasa dari pemasok bahan baku melalui pabrik dan gudang ke konsumen akhir.
            Menurut Rainer Jr. dan Cegielski (2011, p334) Supply Chain mengacu pada aliran material, informasi, uang, dan jasa dari pemasok bahan baku, melalui pabrik dan gudang, ke pelanggan akhir. Sebuah supply chain juga mencakup organisasi dan proses yang menghasilkan dan mengirimkan produk, informasi, dan layanan untuk konsumen akhir.
            Jadi dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa supply chain  adalah proses dimana setiap jaringan yang terdapat dalam perusahaan saling bekerja sama agar alliran infotmasi, produk dan layanan dapat sampai ke konsumen akhir.
2.1.9    Komponen Supply Chain
Menurut Rainer Jr. dan Cegielski (2011, p334) ada tiga komponen dalam supply chain:
1.Upstream
Dimana sumber atau pengadaan dari pemasok eksternal terjadi. Di segmen ini, manajer supply chain (SC) memilih pemasok untuk mengantarkan barang dan jasa perusahaan butuhkan untuk menghasilkan produk atau jasa mereka. Selanjutnya manajer SC mengembangkan harga, pengiriman, dan proses untuk mengelola persediaan, menerima dan memverifikasi pengiriman, mentransfer barang ke fasilitas manufaktur dan otorisasi pembayaran kepada pemasok.
2.Internal
Dimana pengemasan, perakitan, atau produski terjadi. Manajer SC menjadwalkan kegiatan yang diperlukan untuk produksi, pengujian, pengemasan, dan mempersiapkan produk untuk pengiriman. Manajer SC juga memantau tingkat kualitas, hasil produksi dan produktivitas pekerja.
3.Downstream
Dimana distribusi berlangsung, sering kali oleh distributor eksternal. Di segmen ini, manajer SC mengkoordinasikan penerimaan pesanan dari pelanggan, mengembangkan jaringan pergudangan, memilih pembawa untuk mengantarkan produk mereka ke konsumen dan mengembangkan sistem penagihan untuk menerima pembayaran dari konsumen.
2.1.10  Tipe Supply Chain
Menurut Pujawan (2005, p37) Decoupling Point adalah titik temu sampai di mana suatu kegiatan  bisa dilakukan atas dasar ramalan (tanpa harus menunggu permintaan dari pelanggan) dan dari mana kegiatan harus ditunggu sampai ada permintaan yang pasti. Istilah lain dari decoupling point adalah order penetration point (OPP). Istilah decoupling point merupakan istilah yang jarang digunakan untuk suatu sistem produksi, namun karena ada kesamaan  analogi dapat kita gunakan untuk memahami order penetration point supply chain.
 Menurut Pujawan (2005, p39) secara umum, terdapat empat macam posisi decoupling point pada supply chain dalam merespon permintaan pelanggan:
1.Make-to-Stock (MTS)
MTS adalah sistem dimana decoupling berada pada proses terakhir, yaitu pada pengiriman ke pelanggan. Produk akhir dibuat  berdasarkan ramalan. Hanya kegiatan pengiriman yang dilakukan setelah ada pesanan dari pelanggan. Efisiensi fisik menjadi fokus dalam pengelolaanya. MTS cocok untuk produk yang variasinya sedikit dan ketidakpastian permintaannya relative rendah. Aspek kunci dalam mengelola supply chain yang beroperasi pada lingkungan MTS adalah penentuan berapa persediaan produk akhir yang harus disimpan dan bagaimana mekanisme pengiriman produk jadi ke suatu lokasi pemasaran. Keseimbangan antara tingkat layanan pelanggan dan banyaknya persediaan produk juga menjadi hal penting yang harus ditentukan pada supply chain yang beroperasi dengan sistem MTS.
2.Assemble-to-Order (ATO)
ATO adalah sistem dimana hanya kegiatan perakitan yang menungu pesanan dari pelanggan, sedangkan kegiatan fabrikasi komponen atas dasar peramalan. ATO cocok diterapkan pada sistem yang memproduksi banyak variasi produk dengan kesamaan antara komponen dari tiap produk yang cukup tinggi. Jadi, decouple point ditempatkan setelah proses fabrikasi atau diawal proses perakitan yang berarti bahwa persediaan akan disimpan dalam bentuk komponen siap rakit. Aspek kunci dalam mengelola supply chain yang beroperasi pada lingkungan ATO adalah lamanya proses perakitan setelah ada pesanan dari pelanggan dan jumlah variasi produk yang dapat ditawarkan ke pelanggan Kecepatan perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan sangat ditentukan oleh lead time perakitan.

3.Make-to-Order (MTO)
MTO adalah  sistem dimana kegiatan fabrikasi tidak bisa dikerjakan tanpa menunggu pesanan dari pelanggan karena setiap pesanan memiliki variabilitas yang tinggi dan berbeda – beda. Untuk mengatasi masalah variabilitas ini perusahaan harus memproduksi pesanan pelanggan setelah pelanggan melakukan pesanan. Usaha perusahaan untuk menyiapkan produk sebelum adanya pesanan dari pelanggan dianggap memiliki biaya yang mahal dan resiko yang tinggi. Aspek kunci dalam mengelola supplu chain yang beroperasi pada lingkungan MTO adalah kecepatan perusahaan dalam menerima, menterjemahkan, dan memproses pesanan dari pelanggan sehingga produksi dapat berjalan secepat mungkin.
4.Engineer-to-Order (ETO)
ETO adalah sistem dimana perancangan produk baru diakukan setelah ada pesanan dari pelanggan. Model ini cocok digunakan bila setiap pelanggan memerlukan produk dengan rancangan yang spesifik. Rancangan spesifik ini nantinya akan berimplikasi pada kebutuhan material dan urutan proses yang berbeda untuik tiap produk. Aspek kunci dalam mengelola supply chain yang beroperasi pada lingkungan ETO adalah kesepakatan waktu dan rancangan produksi antara perusahaan dan pelanggan serta fleksibilitas dari bagian produksi dan perancangan untuk dapat menyerap permintaan dari pelanggan yang berbeda – beda.
2.1.11  Arus dalam Supply Chain
Menurut Rainer Jr. dan Cegielski (2011, p334-335) ada tiga aliran dalam supply chain :
1.Materials
Aliran material meliputi produk fisik bahan baku, pasokan, dan lain sebagainya yang mengalir di sepanjang rantai. Aliran material juga termasuk arus terbalik (pengembalian logistik)  - produk yang dikembalikan, daur ulang produk, dan pembuangan material atau produk. Jadi sebuah rantai pasokan melibatkan pendekatan siklus hidup produk, dari “dirt to dust”.
2.Information
Aliran informasi terdiri dari data yang terkait dengan permintaan, pengiriman, pesanan, pengembalian, dan jadwal, serta perubahan dalam salah satu dari data.


3.Financial
Aliran keungan melibatkan transfer uang, pembayaran, informasi kartu kredit dan otorisasi, jadwal pembayaran, e-payments, dan data kredit yang terkait.
2.1.12  Tantangan dalam Supply Chain
Menurut Pujawan (2005, p17-18) ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam mengelola supply chain :
1.Kompleksitas struktur supply chain
Suatu supply chain biasanya sangat kompleks, melibatkan banyak pihak di dalam maupun di luar perusahaan. Pihak-pihak tersebut sering kali memiliki kepentignan yang berbeda-beda, bahkan tidak jarang bertentangan (conflicting) antara yang satu dengan yang lainnya. Di dalam perusahaan sendiripun perbedaan kepentingan ini sering muncul. Konflik antar bagian ini merupakan satu tantangan besar dalam mengelola sebuah supply chain. Kompleksitas suatu supply chain juga dipengaruhi oleh perbedaan bahasa, zone waktu, dan budaya antara satu perusahaan bahkan dengan perusahaan lain.
2.Ketidakpastian
                                    Ketidakpastiaan merupakan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu supply chain. Ketidakpastiaan menimbulkan ketidakpercayaan diri terhadap rencana yang sudah dibuat. Sebagai akibatnya, perusahaan sering menciptakan pengaman di sepanjang supply chain. Pengaman ini bisa berupa persediaan (Safety stock), waktu (safety time), ataupun kapasitas produksi maupun transportasi. Di sisi lain ketidakpastiaan sering menyebabkan janji tidak bisa terpenuhi. Dengan kata lain, customer service level akan lebih rendah pada situasi dimana ketidakpastian cukup tinggi. Berdasarkan sumbernya ada tiga klasifikasi utama ketidakpastian pada supply chain. Pertama adalah Ketidakpastian permintaan. Ketidakpastian permintaan dari konsumen akan menyebabkan ketidakpastian distributor, semakin ke hulu, maka tingkat ketidakpastian permintaan akan semakin meningkat. Peningkatan ketidakpastian atau variasi permintaan dari hilir ke hulu pada suatu supply chain dinamakan bullwhip effect. Ketidakpastian kedua berasal dari arah pemasok. Hal ini bisa berupa ketidakpastian pada leadtime pengiriman, harga bahan baku, atau komponen, ketidakpastian kualitas, serta kuantitas material yang dikirim. Sedangkan sumber yang ketiga adalah ketidakpastian internal yang bisa diakibatkan oleh kerusakan mesin, kinerja mesin yang tidak sempurna, ketidakhadiran tenaga kerja, serta ketidakpastian waktu maupun kualitas produksi. Besarnya ketidakpastian yang dihadapi berbeda-beda.

2.2       Teori – teori khusus

2.2.1    Pengertian Supply Chain Management      

                        Menurut Sing (2004, p4) Supply Chain Management adalah mengelola dan menyelaraskan entitas, proses dan kegiatan untuk memproduksi produk dan jasa bagi pelanggan.
                        Menurut Jacobs dan Chase (2011, p52) Supply Chain Management adalah ide central dari manajemen rantai pasokan untuk mengelola arus informasi, bahan, dan jasa dari pemasok bahan baku melalui pabrik dan gudang ke konsumen akhir.
                        Menurut levi, Kaminsky, dan levi (2004, p2) Supply Chain Management adalah seperangkat pendekatan yang digunakan untuk efisiensi dalam mengintegrasikan pemasok, manufakturm, gudang, dan toko sehingga barang yang diproduksi dan didistribusikan pada jumlah yang tepat, lokasi yang tepat dan pada waktu yang tepat untuk meminimalkan biaya seluruh sistem ketika tingkat pelayan yang memuaskan.
                        Menurut Turban et al., (2008, p308) Supply Chain Managament adalah suatu proses yang kompleks yang memerlukan koordinasi banyak kegiatan sehingga pengiriman barang dan jasa dari pemasok sampai ke pelanggan dilakukan secar efisien dan efektif bagi semua pihak yang terkait.
                        Jadi dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa supply chain management adalah suatu proses yang kompleks yang digunakan untuk mengelola dan mengkoordinasi semua kegiatan yang terdapat dalam supply chain yang dapat berjalan secara efesien dan efektif sesuai dengan fungsi dari supply chain management yaitu merencanakan, mengatur, dan dan mengkoordinasikan semua kegiatan rantai pasokan .
2.2.2    Tujuan Supply Chain Management
            Menurut levi et al., (2004, p2) Tujuan dari manajemen rantai pasokan adalah menjadi efisien dan biaya yang efektif di seluruh sistem ; total biaya seluruh sistem, dari transportasi dan distribusi untuk persediaan bahan baku, barang dalam proses, dan barang  jadi, harus diminimalkan.

            Menurut Turban et al., (2008, p308) Supply Chain Management bertujuan untuk meminimalkan tingkat persediaan, mengoptimalkan produksi dan meningkatkan output, mengurangi waktu manufaktur, mengoptimalkan logistik dan distribusi, merampingkan pemenuhan pesanan, dan secara keseluruhan mengurangi biaya yang berkaitan dengan kegiatan ini.

            Menurut O'Brien dan Marakas (2009, p319) Tujuan dari supply chain management adalah untuk menciptakan jaringan yang cepat, efisien, dan jaringan dari hubungan bisnis atau rantai pasokan, untuk mendapatkan produk perusahaan dari konsep ke pasar.

            Jadi dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan dari supply chain management adalah menciptakan suatu jaringan supply chain yang efisien dan efektif sehingga dapat meningkatkan kinerja pada jaringan supply chain.

2.2.3    Element Supply Chain Management
            Menurut Wisher et al., (2012, p15) elemen fondasi dari        supply chain management adalah :

1.Supply Elements
            Strategi pembelian tradisional menekankan banyak pemasok, penawaran kompetitif dan kontrak jangka pendek. Hal ini sering dibuat berlawanan hubungan pembeli-pemasok dengan fokus utama pada harga pembelian produk bukan kemampuan pemasok dan bagaimana mereka dapat berkontribusi untuk daya saing jangka panjang dari organisasi pembelian. Manajemen pasokan yang efektif umumnya menghasilkan dasar pasokan yang kecil dan pengembangan lebih hubungan jangka panjang dengan pemasok untuk mencapai manfaat kompetitif. Pembelian dan konsep strategis dari manajemen pasokan adalah salah satu fondasi dari manajemen rantai pasokan, karena kualitas bahan yang masuk, waktu pengirimanm dan harga beli yang dipengaruhi oleh hubungan pembeli-pemasok dan kemampuan dari pemasok.

2.Operation Elements
Setelah bahan, komponen dan produk yang dibeli dikirimkan ke organisasi pembeli, sejumlah elemen operasi internal menjadi penting dalam perakitan atau memproses bahan menjadi produk jadi, memastikan bahwa jumlah yang tepat dari produk yang dihasilkan dan produk jadi memenuhi kualitas tertentu, biaya dan ketentuan layanan konsumen. Setelah manajemen rantai pasokan, manajemen operasi dianggap sebagai fondasi kedua dalam manajemen rantai pasokan.

3.Logistic Elements
            Ketika produk selesai, mereka dikirim ke pelanggan melalui sejumlah jenis transportasi yang berbeda. Pengiriman produk ke konsumen di waktu, kualitas dan jumlah yang tepat membutuhkan perencanaan tingkat tinggi diantara perusahaan, konsumen dan berbagai elemen logistik atau layanan yang digunakan (seperti transportasi, pergudangan dan break bull atau layanan pengemasan ulang). Untuk layanan, produk yang diproduksi dan dikirim ke konsumen secara bersamaan dalam banyak kasus, sehingga layanan sangat bergantung pada kapasitas server dan layanan yang sukses untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Logistik adalah fondasi ketiga dari manajemen rantai pasokan.

4.Integration Elements
Fondasi akhir adalah mengkoordinasikan dan mengintegrasikan proses antara fokus perusahaan dan mitra kunci rantai pasokan. Proses dalam sebuah rantai pasokan dikatakan terintegrasi ketika anggota dari rantai pasokan bekerja sama untuk membuat keputusan pembelian, produksi, kualitas, dan logistik yang berdampak pada keuntungan dari rantai pasokan. Jika salah satu kegiatan utama gagal untuk yang dilakukan dengan buruk, maka arus barang yang bergerak sepanjang rantai pasokan akan terganggu, akan membahayakan efektivitas dan seluruh rantai pasokan. Proses integrasi rantai pasokan yang berhasil terjadi ketika para partisipan sadar bahwa manajemen rantai pasokan yang efektif harus menjadi bagian dari proses perencanaan strategis setiap anggota, dimana tujuan dan kebijakan secara bersama-sama ditentukan berdasarkan kebutuhan konsumen akhir butuhkan dan secara keseluruhan apa yang rantai pasokan bisa lakukan untuk mereka.

2.2.4    Penggerak Supply Chain Management
                                    Menurut Chopra dan Meindhl (2007, p44) ada lima faktor utama yang menjadi penggerak utama yang menjadi penggerak utama SCM dan penentu performa dari SCM, yaitu :
1.Fasilitas
            Fasilitas adalah lokasi fisik dalam jaringan supply chain yang menjadi tempat untuk perakitan, penyimpanan, ataupun produksi. Fasilitas yang dikelompokkan menjadi fasilitas produksi dan fasilitas penyimpanan. Beberapa komponen fasilitas yang harus dipertimbangka antara lain peranan, lokasi dan kapasitas.

2.Persediaan
            Persediaan terdiri dari persediaan bahan baku, bahan setengah jadi, dan bahan jadi. Persediaan timbul karena adanya perbedaan antara penawaran dan pemintaan. Beberapa komponen persediaan yang harus dipertimbangkan antara lain :


·      Cycle Inventory
Jumlah rata – rata persediaan yang diperlukan untuk memenuhi permintaan selama menunggu pengiriman dari pemasok.

·      Safety Inventory
Persediaan untuk mengantisipasi permintaan yang berlebih.

·      Seasonal Inventory
Persediaan untuk mengantisipasi variasi permintaan musiman.

3.Sourcing
            Proses bisnis yang diperlukan untuk mendapatkan barang ataupun jasa yang diperlukan perusahaan. Perusahaan dalam supply chain dapat memperoleh keuntungan kompetitif dengan memilih dan menjalin hubungan erat dengan pemasok terpilih melalui kontrak jangka panjang.

4.Transportasi
            Transportasi berfingsi untuk memindahkan produk antara tahap satu ke tahap lain di sepanjang supply chain. Beberapa komponen transportasi yang harus dipertimbangkan antara lain pemilian rute dan jenis transportasi yang tepat.

5.Informasi
            Informasi adalah penghubung antara berbagai tahapan – tahapan yang ada dalam supply chain. Beberapa komponen informasi yang harus dipertimbangkan antara lain:
·      Push versus Pull, informasi untuk proses push umumnya berupa perencanaan kebutuhan bahan baku dari rencana produksi, sementara untuk proses pull umumnya berupa permintaan actual yang diinformasikan dengan cepat.
·         Koordinasi dan pembagian informasi, bagaimana cara informasi dapat dikelola agar koordinasi di sepanjang supply chain menjadi baik.
·         Peramalan dan perencanaan agregat, melakukan peramalan akan keadaan di masa depan, dan melakukan perencanaan dari peramalan yang dibuat.
·         Manajemen harga dan pendapatan , menentukan tingkat harga yang sesuai dengan keadaan yang ada.
·         Teknologi pendukung menentukan penerapan teknoloi yang mendukung aliran dan pengelolaan informasi di sepanjang supply chain.

2.2.5    Model Supply Chain Management
           Menurut levi et al., (2004, p42) model dari supply chain ada tiga macam :
1.Push-Based Supply Chain
            Dalam rantai pasokan berbasis dorongan, keputusan produksi dan distribusi didasarkan pada peramalan jangka panjang. Biasanya, produksi berdasarkan peramalan permintaan atas penerimaan pesanan dari gudang pengecer. Oleh karena itu membutuhkan waktu lebih lama untuk rantai pasokan berbasis dorongan untuk bereaksi terhadap perubahan pasar, yang dapat mengakibatkan :
·         Ketidakmampuan untuk memenuhi pola perubahan permintaan
·         Keusangan persediaan rantai pasokan karena permintaan untuk produk tertentu menghilang.

2.Pull-Based Supply Chain
            Dalam rantai pasokan berbasis tarikan, produksi dan distribusi adalah pendorong permintaan yang terkoordinasi dengan permintaan konsumen yang sebenarnya dibandingkan dengan peramalan permintaan. Dalam sistem tarik murni, perusahaan tidak memiliki persediaan apapun dan anya merespon pesanan khusus. Hal ini dimungkinkan oleh mekanisme arus informasi yang cepat yang mentransfer informasi tentang permintaan pelanggan kepada berbagai peserta rantai pasokan. Sistem tarik secara intuitif aktraktif karena mengakibatkan :
·         Mengurangi waktu pengiriman dicapai melalui kemampuan untuk lebih mengantisipasi pesanan yang masuk melalui pengecer.
·         Mengurangi persediaan di pengecer karena tingkat persediaan pada fasilitas ini meningkat seiring dengan waktu pengiriman.
·         Mengurangi keragaman dalam sistem dan khususnya keragaman yang dihadapi oleh produksi akibat dari pengurangan waktu pengiriman.
·         Penurunan persediaan di pabrik akibat penurunan keragaman.

3.Push-Pull Supply Chain
            Dalam rantai pasokan dorongan-tarikan, beberapa tahapan dari rantai pasokan, biasanya pada tahap awal, yang dioperasikan dengan cara berbasis dorongan, sedangkan tahap sisanya menggunakan strategi berbasis tarikan. Interface antara tahapan berbasis dorongan dan tahap berbasis tarikan dikenal sebagai perbatasan dorongan-tarikan.

2.2.6    Tantangan dalam Supply Chain Management
            Menurut levi et al., (2004, p3) ada 2 tantangan dalam supply chain management :
1.Tantangan untuk medesain dan mengoperasikan rantai pasokan sehingga total biaya seluruh sistem dapat diminimalkan dan tingkat layanan seluruh sistem dapat dipelihara, kesulitan meningkat secara eksponensial ketika seluruh sistem sedang dipertimbangkan. Proses menemukan strategi seluruh sistem yang terbaik dikenal sebagai optimasi global.
2.Ketidakpastian yang melekat dalam setiap rantai pasokan; permintaan pelanggan tidak dapat diramalkan dengan tepat, tidak pernah yakin akan waktu perjalanan, dan mesin dan kendaraan akan rusak. Rantai pasokan harus didesain untuk menghilangkan ketidakpastian semaksimal mungkin dan untuk menangani secara efektif ketidakpastian yang tersisa.

2.2.7    Pengertian E-Supply Chain Management
            Menurut Turban et al., (2008, p309) E-Supply Chain Management adalah penggunaan teknologi kolaboratif untuk meningkatkan operasi dari kegiatan rantai pasokan serta manajemen rantai pasokan.
            Menurut Ross (2003, p18) E-Supply Chain Management adalah filosofi manajemen strategis dan taktis yang bertujuan untuk menghubungkan secara kolektif kapasitas produksi dan sumber daya yang ada dalam suatu jaringan supply chain dengan mengaplikasikan teknologi internet untuk menemukan solusi inovatif dan sinkronisasi kemampuan supply chain dalam menyediakan nilai yang unik bagi pelanggan.
            Jadi dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa e-Supply Chain Management adalah penggunaan teknologi untuk menciptakan kolaborasi bisnis sehingga menemukan solusi inovatif dan sinkronisasi kemampuan supply chain  yang dapat menyediakan nilai bagi pelanggan.

2.2.8   Infrastruktur untuk E-Supply Chain Management
Menurut Turban et al., (2008, p311) Aktivitas kunci dijelaskan dengan menggunakan berbagai infrastruktur dan alat-alat. Berikut ini adalah unsur-unsur infrastruktur utama dan alat-alat dari e-Supply Chain:



a.Electronic Data Interchange
EDI adalah alat utama yang digunakan oleh perusahaan besar untuk memfasilitasi hubungan rantai pasokan. Banyak perusahaan beralih dari internal EDI ke internet berbasis EDI.
b.Extranets
              Tujuan utama mereka adalah untuk mendukung komunikasi dan kolaborasi antar organisasi.
c.Intranets
              Ini adalah jaringan internal perusahaan untuk berkomunikasi dan berkolaborasi.
d.Corporate Portals
              Ini menyediakan sebuah gateway untuk kolaborasi eksternal dan internal.
e.Workflow system and tools
              Ini adalah sistem yang mengelola arus informasi di dalam organisasi.
f.Groupware and other collaborative tools
              Sejumlah besar alat-alat memfasilitasi kolaborasi dan komunikasi antara dua pihak dan antara anggota kecil maupun kelompok besar.

2.2.9  Kunci Sukses E-Supply Chain Management
              Menurut Turban et al., (2008, p309) kesusksesan suatu e-supply chain management tergantung pada:
1.Kemampuan semua mitra rantai pasokan untuk melihat mitra kolaborasi sebagai aset strategis.
              Ini adalah integrasi yang erat dan kepercayaan antara mitra dagang yang menghasilkan kecepatan, ketangkasan, dan biaya yang rendah.
2.Strategi rantai pasokan yang didefinikan dengan baik
              Ini termasuk pemahaman yang jelas tentang kekuatan dan kelemahan yang ada, perencanaan artikulasi terdefinisi dengan baik untuk perbaikan, dan membangun tujuan lintas organisasi untuk kinerja rantai pasokan. Komitmen eksekutif senior sangat penting dan harus tercermin melalui alokasi yang tepat dari sumber daya dan penetapan prioritas.
3.Visibilitas informasi sepanjang seluruh rantai pasokan
              Informasi tentang persediaan pada berbagai bagian dari rantai, permintaan produk, perencanaan dan pengaktifan kapaitas, sinkronisasi dari aliran material, waktu pengiriman, dan informasi relevan lainnya harus dapat dilihat oleh semua anggota dari rantai pasokan pada waktu tertentu. Oleh karena itu, informasi harus dikelola secara baik dengan kebijakan yang ketat, disiplin, dan pengawasan sehari-hari.
4.Kecepatan, biaya, kualitas, dan layanan konsumen
              Ini adalah metrik dimana rantai pasokan diukur. Konsekuensinya, perusahaan harus bisa menetapkan pengukuran untuk masing-masing dari keempat metrik, bersama-sama dengan tingkat target yang harus dicapai. Tingkat target harus menarik bagi mitra bisnis.
5.Mengintegrasikan rantai pasokan yang lebih erat
              Sebuah e-supply chain akan mendapatkan keuntungan dari integrasi yang lebih kuat, baik di dalam perusahaan dan seluruh perluasan perusahaan terdiri dari pemasok, mitra dagang, penyedia logistik, dan saluran distribusi.

2.2.10   Keuntungan E-Supply Chain Management
              Menurut Pujawan (2005, pp. 258-260) beberapa manfaat dari e-Supply Chain Management :
1.   Menurunkan biaya.
2.   Memperoleh akses pasar.
3.   Gerakan mencegah kompetitor (pre-emption of competition).
4.   Mencari aset strategis.
5.   Rasionalisasi untuk meningkatkan efisiensi.

BAB 3
PEMBAHASAN

3.1       SEJARAH SCM
            Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa manajemen persediaan adalah salah satu fungsi inti dari sebuah organisasi - apakah produksi berorientasi atau berorientasi layanan . Manajemen persediaan ini Konsep telah berkembang selama bertahun-tahun dari yang hanya fokus pada pembelian untuk meliputi bidang terkait lainnya termasuk pasokan utama untuk pengguna akhir . Kopczak dan Johnson ( 2003 ) mengamati bahwa ada banyak pandangan manajemen rantai pasokan dan beberapa cukup rumit dan fokus pada operasi , dan lain-lain pada manajemen informasi .
            Burt et al . (2003) dalam analisis mereka semakin pentingnya SCM menyarankan bahwa masa depan Fokus akan berada di ' Kaizen ' atau perbaikan terus-menerus , karena ini diakui sebagai salah satu fungsi inti penting perusahaan. Para penulis ini juga menyoroti bahwa manajemen pasokan sangat penting untuk fungsi perencanaan strategis organisasi .

            Beberapa peneliti juga telah difokuskan pada evolusi manajemen rantai pasokan dari hanya pembelian atau pengadaan untuk menggabungkan fungsi lainnya termasuk logistik dan transportasi dan informasi manajemen , antara lain ( misalnya Burt et al . tahun 2003, Monczka et al . 2002 Ayres 2001 Fredendall dan Hill 2001 , Ross 1998).

            Sebuah tinjauan singkat sejarah perkembangan SCM mengungkapkan bahwa pentingnya fungsi pembelian disebut sejauh 1832 dalam buku Charles Babbage pada ekonomi mesin dan manufaktur ( Monczka et al . 2002 , Burt et al . 2003). Monczka et al . ( 2002) mengemukakan bahwa pembangunan terbesar dari pembelian terjadi setelah tahun 1850-an ketika kereta api Amerika melewati fase pertumbuhan . Hal ini menyebabkan pengakuan pembelian sebagai fungsi perusahaan yang berbeda , yang membuat kontribusi terhadap perusahaan secara keseluruhan profitabilitas .
Unsur-unsur penting dari fungsi pembelian modern rantai pasokan dikembangkan pada periode 1900-1939 yang diterapkan dalam Perang Dunia I untuk membeli perangbahan , dengan fokus khusus pada pengadaan bahan baku .Selama Perang Dunia II, pentingnya corporate input pembelian adalah semakin dikenal , dan kursus dalam bisnis logistik yang ditawarkan dalam berbagai AS universitas , namun fase pasca-perang lebih tenang karena jumlah perusahaan berbasis pasar meningkat di Amerika Serikat. Menurut Monczka bahkan meskipun teknik analisis nilai yang dikembangkan , dipelopori oleh General Electric pada tahun 1947, penekanan pada tuntutan konsumen memuaskan dan persyaratan dari pertumbuhan industri yang pasar.
            Burt juga mengamati bahwa tahun pasca - perang tidak melihat banyak pertumbuhan penelitian ke dalam pembelian input, sebagai penekanan diberikan pada pemasaran , keuangan, operasi dan penelitian dan pengembangan . Pembelian yang terjadi sebagian besar biaya barang dijual , tetapi tidak dikelola oleh tenaga terampil . Bunga dalam pengelolaan bahan tumbuh sekitar 1960-an hingga 1970-an dan fokus lebih pada pemecahan masalah dari sistem total sudut pandang untuk sebuah organisasi daripada fungsi individual. Selama waktu ini manajer pembelian menekankan beberapa sumber melalui harga penawaran yang kompetitif , dan fokus utama dari pembeli pada harga beli dan pencegahan shutdowns line. Pemasok jarang dilihat sebagai mitra nilai tambah

            Pada akhir 1970-an dan awal 1980-an , situasi bisnis dunia berubah drastis dan dipengaruhi oleh globalisasi , otomatisasi , perubahan teknologi , peningkatan inflasi , kompetisi internasional dan aliansi strategis . Perubahan ini mempengaruhi SCM dan melahirkan pendekatan terpadu untuk SCM , di mana permintaan dan persyaratan pelanggan dan pemasok peran yang diberikan meningkat penting.
            Dalam beberapa tahun terakhir, pembelian dan bahan manajemen telah dianggap penting dalam menambah nilai bagi organisasi secara keseluruhan dan meningkatkan profitabilitas, dan dalam memenuhi tantangan kompetisi di seluruh dunia , cepat berubah teknologi dan harapan pelanggan. Perubahan ini telah meningkatkan profil dari SCM dalam keberhasilan sebuah organisasi dengan menekankan fakta bahwa manajer pasokan adalah peserta aktif dalam proses perencanaan strategis organisasi . Jadi berbeda definisi SCM telah muncul menyoroti pentingnya tahap pasokan untuk keberhasilan keseluruhan dari suatu organisasi.
3.2       Konsep dan evolusi SCM

            SCM adalah sebuah konsep yang telah memperoleh dukungan yang cukup besar sebagai manajer semakin menyadari pentingnya logistik sebagai yang terakhir pemotongan biaya - perbatasan . Sistem SCM telah dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir untuk menawarkan solusi yang lebih efektif biaya untuk logistik dalam perusahaan dan rantai itu sendiri . supply chain merupakan seluruh proses produksi dari barang-barang , mulai dari proses pemasok , bahan baku , proses manufaktur untuk pasca produksi dan distribusi produk . Menurut Ferguson (2000) , konsep SCM menggabungkan dua gagasan penting :
1.      SCM merupakan upaya kolaborasi yang menggabungkan banyak pihak atau proses dalam siklus produk
2.      Hal itu menunjukkan bahwa SCM dapat menutupi seluruh siklus produk, dari pengenalan bahan baku ke titik di mana konsumen membeli produk .

            SCM dapat membentuk sebuah loop yang dimulai dengan pelanggan dan berakhir dengan pelanggan ( Yang dan Papazoglou , 2000). Konsep ini menggambarkan rantai pasokan sebagai jaringan , yang dengan jelas menjelaskan hubungan antara semua komponen di sepanjang rantai pasokan . Sementara badan usaha otonom atau semi - otonom yang bertanggung jawab untuk kegiatan sepanjang rantai , rantai pasokan karena itu adalah seperangkat fasilitas dan pilihan distribusi yang melakukan kegiatan pasokan.
                        Dengan demikian, SCM efisien adalah jaringan fasilitas dan pilihan distribusi untuk mendukung sebuah asosiasi vendor , pemasok, produsen , distributor , pengecer , dan mitra dagang lainnya ( Kwan , 1999 ) .Pengembang perangkat lunak telah bijaksana mengakui potensi untuk membuat supply chain yang lebih efisien melalui automation. Minat SCM telah terus meningkat sejak 1980-an ketika perusahaan melihat manfaat dari hubungan kolaboratif di dalam dan di luar organisasi mereka sendiri (bdk. Yang dan Papazoglou , 2000; Ayers , 2000).
                        Perusahaan menemukan bahwa mereka tidak bisa lagi bersaing secara efektif dalam isolasi dari pemasok atau entitas lain dalam rantai pasokan (Sandeep , 1998) . Istilah tidak menggantikan kemitraan pemasok , juga bukan gambaran dari fungsi logistik . Menghubungkan strategi rantai pasokan perusahaan untuk strategi bisnis secara keseluruhan dan beberapa panduan praktis yang ditawarkan untuk sukses SCM .
            Selain itu, SCM adalah filosofi bisnis yang telah berkembang dari bidang logistik .Selama tahun 1960 , penekanannya adalah pada distribusi fisik dan sedikit fokus adalah ditempatkan pada business-to -business ( B2B ) hubungan ( yaitu pemasok – pelanggan hubungan ).Pada 1980-an, pergeseran itu menuju total quality management ( TQM ), yang berfokus pada cara untuk membuat produk yang lebih baik.Lagi sedikit penekanan berada di pentingnya hubungan B2B .
                        Selama 1980-an dan awal 1990-an akhir , proses rekayasa ulang       menjadi tren . Perusahaan Amerika mulai belajar praktek bisnis Jepang yang     tergabung hubungan pemasok . Keiretsu , kemitraan pemasok yang    melibatkan kepemilikan parsial dari pemasok sendiri , diamati untuk menjadi          metode yang efektif untuk meningkatkan kualitas dan mengurangi biaya .          Chrysler sebagai contoh khas melihat pentingnya bermitra dengan pemasok         dan menawarkan mereka insentif untuk bekerja sama dalam pembangunan dan pemotongan biaya prosedur ( Dyer , 1996) .
            Evolusi SCM secara bertahap dirumuskan hubungan B2B dalam beberapa tahun terakhir .Para penyedia solusi sistem perusahaan dengan cepat mengenali potensi dan SCM terus mengembangkan sistem yang dapat memungkinkan hubungan B2B yang lebih baik dan meningkatkan produksi dan peramalan secara bersamaan .
3.3       Resiko dan Tantangan Asosiasi SCM
            Untuk menerapkan SCM bukanlah tugas yang mudah . Para manajer yang memutuskan untuk melakukannya kemungkinan besar akan menghadapi setidaknya tantangan ini seperti yang telah dikategorikan ke dalam beberapa kategori ( Handfield dan Nichols , 1999) yaitu :

a.       Sistem Informasi ,
b.      Manajemen Persediaan , dan
c.       Dalam membangun kepercayaan antara anggota supply chain .

            Dalam pelaksanaan sistem informasi , masalah terjadi ketika informasi yang tepat tidak tersedia untuk orang-orang yang membutuhkannya .Kadang-kadang , informasi yang tersedia tetapi anggota supply chain enggan untuk berbagi karena kurangnya kepercayaan dan rasa takut bahwa informasi tersebut akan diungkapkan kepada pesaing .
            Untuk manajemen persediaan , meskipun telah terbukti membaik, kebutuhan untuk mempercepat pengiriman terlambat sepertinya tidak pernah hilang sepenuhnya . Selalu ada keterlambatan pengiriman karena berbagai alasan ; perlambatan karena kebiasaan melintasi perbatasan internasional , yang merugikan pola cuaca , komunikasi yang buruk dan kesalahan manusia bahkan sederhana selalu tak terelakkan .
            Akhirnya , membangun kepercayaan antara pihak-pihak di supply chain yang diyakini tugas yang paling menantang dari semua. Kesimpulannya , SCM telah dilihat sebagai era baru , selain sebagi alat untuk meningkatkan kinerja dan untuk mendapatkan keuntungan kompetitif yang lebih tinggi.
3.4       Stakeholder dalam supply chain
            Dalam supply chain ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan yang mempunyai kepentingan yang sama, yaitu :
1.      Supplies
2.      Manufactures
3.      Distribution
4.      Retail Outlet
5.      Customers
a. Chain 1: Supplier
            Jaringan bermula dari sini, yang merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, dimana rantai penyaluran baru akan mulai. Bahan pertama ini bisa dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, barang dagangan, suku cadang dan lain-lain.
b. Chain 1-2-3: Supplier-Manufactures-Distribution
            Barang yang sudah dihasilkan oleh manufactures sudah mulai harus disalurkan kepada pelanggan. Walaupun sudah tersedia banyak cara untuk menyalurkan barang kepada pelanggan, yang umum adalah melalui distributor dan ini biasanya ditempuh oleh sebagian besar supply chain.


c. Chain 1-2-3-4: Supplier-Manufactures-Distribution-Retail Outlet
            Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menyimpan barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer.Disini ada kesempatan untuk memperoleh penghematan dalam bentuk jumlah inventoris dan biaya gudang dengan cara melakukan desain kembali pola pengiriman barang baik dari gudang manufacture maupun ke toko pengecer.
d. Chain 1-2-3-4-5: Supplier-Manufactures Distribution-Retail Outlet-Customer.
            Para pengecer atau retailer menawarkan barang langsung kepada para pelanggan atau pembeli atau pengguna barang langsung. Yang termasuk retail outlet adalah toko kelontong, supermarket, warungwarung, dan lain-lain.
Secara sederhana pemain utama dalam proses SCM dapat digambarkan dibawah ini :


3.5       Tujuan Utama SCM
Beberapa tujuan dari penerapan SCM adalah :
1.      Penyerahan / pengiriman produk secara tepat waktu demi memuaskan konsumen.
2.      Mengurangi biaya.
3.      Meningkatkan segala hasil dari seluruh supply chain (bukan hanya satu perusahaan).
4.      Lebih efektif .
5.      Memusatkan kegiatan perencanaan dan distribusi.

3.6       Manfaat SCM
Apabila SCM diterapkan maka dapat member manfaat antara lain :
1.      Kepuasan pelanggan.
Konsumen atau pengguna produk merupakan target utama dari aktivitas proses produksi setiap produk yang dihasilkan perusahaan. Konsumen atau pengguna yang dimaksud dalam konteks ini tentunya konsumen yang setia dalam jangka waktu yang panjang. Untuk menjadikan konsumen setia, maka terlebih dahulu konsumen harus puas dengan pelayanan yang disampaikan oleh perusahaan.
2.      Meningkatkan pendapatan.
      Semakin banyak konsumen yang setia danmenjadi mitra perusahaan berarti akan turut pula meningkatkan pendapatan perusahaan,sehingga produk-produk yang dihasilkanperusahaan tidak akan ‘terbuang’ percuma, karena diminati konsumen.
3.      Menurunnya biaya
      Pengintegrasian aliran produk dari perusahankepada konsumen akhir berarti pula mengurangi biaya-biaya pada jalur distribusi.
4.      Pemanfaatan asset semakin tinggi
      Aset terutama faktor manusia akan semakin terlatih dan terampil baik dari segi pengetahuan maupun keterampilan. Tenaga manusia akan mampu memberdayakan penggunaan teknologi tinggi sebagaimana yang dituntut dalam pelaksanaan SCM.
5.      Peningkatan laba
      Dengan semakin meningkatnya jumlah konsumen yang setia dan menjadi pengguna produk, pada gilirannya akan meningkatkan laba perusahaan.
6.      Perusahaan semakin besar
      Perusahaan yang mendapat keuntungan dari segi proses distribusi produknya lambat laun akan menjadi besar, dan tumbuh lebih kuat.
3.7       Hambatan dalam menerapkan SCM
            1. Incerasing Variety of Products
            Sekarang konsumen seakan dimanjakan oleh produsen, hal ini kita lihat semakin beragamnya jenis produk yang ada di pasaran. Hal ini juga kita lihat strategi perusahan yang selalu berfokus pada customer (customer oriented). Jika dahulu produsen melakukan strategi dengan melakukan pembagian segment pada customer, maka sekarang konsumen lebih dimanjakan lagi dengan pelemparan produk menurut keinginan setiap individu bukan menurut keinginan segment tertentu. Banyaknya jenis produk dan jumlah dari yang tidak menentu dari masingmasing produk membuat produsen semakin kewalahan dalam memuaskan keinginan dari konsumen.
2. Decreasing Product Life Cycles
            Menurunnya daur hidup sebuah produk membuat perusahan semakin kerepotan dalam mengatur strategi pasokan barang, karena untuk mengatur pasokan barang tertentu maka perusahaan membutuhkan waktu yang tertentu juga. Daur hidup produk diartikan sebagai umur produk tersebut dipasaran.
3. Increasingly Demand Customer
            Supply chain management berusaha mengatur (manage) peningkatan permintaan secara cepat, karena sekarang customer semakin menuntut pemenuhan permintaan yang secara cepat walaupun permintaan itu sangat mendadak dan bukan produk yang standart (customize).
4. Fragmentation of Supply Chain Ownership
            Hal ini menggambarkan supply chain itu melibatkan banyak pihak yang mempunyai masingmasing kepentingan, sehingga hal ini mebuat Supply chain mangement semakin rumit dan kompleks.
5. Globalization
            Globalisasi membuat supply chain semakin rumit dan kompleks karena pihak-pihak yang terlibat dalam supply chain tersebut mencakup pihak-pihak di berbagai negara yang mungkin mempunyai lokasi diberbagai pelosok dunia.

3.8       Solusi untuk masalah SCM
a.       Melakukan outsourcing (dengan menggunakan sumber dari pihak luar) daripada dilakukan sendiri selama ada permintaan yang meningkat.
b.      Membeli input secara langsung daripada harus memproduksi lebih dahulu.
c.       Menciptakan ”strategic partnership” dengan supplier.
d.      Menggunakan pendekatan ”just in time” dalam melakukan pembelian, yang mana supplier mengirimkan kuantitas / dalam jumlah kecil material yang dibutuhkan.
e.       Mengurangi waktu tunggu selama pembelian dan penjualan.
f.       Menggunakan supplier sedikit/seminimum mungkin.
g.      Memperbaiki hubungan antara supplier dan buyer.
h.      Melakukan proses produksi setelah ada order.
i.        Mencapai permintaan yang akurat melalui kerjasama yang lebih dekat dengan supplier.


3.9       Perusahaan yang menerapkan SCM
Supply chain management pada Carrefour

            SCM sebenarnya sudah dikembangkan di perusahaannya sejak lama ketika Carrefour baru memiliki beberapa gerai. dan yang dikembangkan masih sangat sederhana. Fungsinya hanya untuk membantu proses penerimaan barang di gerai. (menurut Bayu A. Soedjarwo, Manajer Logistik Senior Carrefour).
            Kemudian Carrefour membeli aplikasi untuk rantai pasok dan yang mampu menjalankan warehouse management system yaitu InfoLog. Semua proses dalam rantai pasokannya bias diintergrasikan dan memudahkan Carrefour dalam bekerja sama dengan para supplier meski tidak 100% terintegrasi seluruhnya. Untuk saat ini Carrefour masih berfokus pada efisiensi yang bisa diberikan dengan produk yang berkualitas dan harga yang kompetitif.
            Dalam proses rantai pasokan yang dijalankan, Carrefour menerapkan konsep Just-In Time (JIT) pada pusat disribusi atau distribution center yang bertujuan untuk mengefisiensikan proses sehingga tidak perlu adanya stok dalam pusat distribusi. Metode ini memungkinkan prosesnya lebih transparan dalam distribusi produk karena tidak ada produk yang terdegradasi (tertinggal) di gudang.
            Dalam aplikasi InfoLog yang dijalankan Carrefour terdapat beberapa proses bisnis yang dijalankan yaitu :

a.       Inbound Logistics
b.      Perencanaan dan pengadaan persediaan
c.       Operasi Gudang
d.      Outbound Logistics
e.       Pelaporan

            Keseluruhannya dimuat dalam 4 modul yang berbeda yang keluarannya berupa laporan yang diperlukan manajemen dan operator sebagai pertimbangan untuk pengambilan keputusan teknis dan strategis.


BAB 4
PENUTUP

4.1       Simpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari pembuatan paper yang berjudul “SUPPLY CHAIN MANAGEMENT” adalah sebagai berikut:
1.      Menerapkan SCM dapat membantu proses bisnis menjadi lebih efektif dan efisien.
2.      Dapat mencegah atau mengatasi resiko atau ancaman yang ada dalam menerapkan SCM.

4.2       Saran
Beberapa saran yang dapat diambil dari pembuatan paper yang berjudul “SUPPLY CHAIN MANAGEMENT” adalah sebagai berikut:
1.      Harus menerapkan SCM karena dapat meningkatkan profit perusahaan dan lebih efisien dalam menjalankan proses bisnisnya.
2.      Harus mengerti dan memahami cara menerapkan SCM pada perusahaan dengan benar. Dan mengerti cara mencegah ataupun mengatasi resiko dan ancaman yang ada dalam menerapkan SCM.

DAFTAR PUSTAKA

Chopra, S., & Meindhl, P. (2007). Supply Chain Management : Strategy, Planning, and Operation. New Jersey: Pearson.
Chaffey, D. (2011). E-Business & E-Commerce Management. Prentice Hall.
Jacobs, F. R., & Chase, R. B. (2011). Operations and Supply Chain Management. New York: McGraw-Hill/irwin.
levi, D. S., Kaminsky, P., & levi, E. S. (2004). Managing The Supply Chain : The Definitive Guide for The Business Professional. New York: McGraw-Hill.
Marakas, O. Brien. (2006). Management Information System. Boston: McGraw-Hill.
O'Brien, J. A., & Marakas, G. M. (2009). Management Information System Ninth Edition. New York: McGraw-Hill.
O'Brien, J. A., & Marakas, G. M. (2010). Introduction to Information System (15th
ed.). New York, NY:McGraw-Hill Irwin
Pujawan, I. N. (2005). Supply Chain Management. Surabaya: Guna Widya.
Rainer Jr., R. K., & Cegielski, C. G. (2011). Introduction Information Systems : Supporting and Transforming Business. USA: John Wiley & Sons, Inc.
Sing, C. K. (2004). Electronic Commerce and Supply Chain Management 2nd Edition. Singapore: Thomson.
Stair, Ralph and George Reynolds. (2008).    Fundamentals of Information Systems.
Canada:Thomson Course Technology.
Strauss, Judy dan Raymond, Frost (2012). E-Marketing. (6th Edition). Upper Saddle, New Jersey : Prentice Hall. Inc
Turban, E., King, D., Mckay, J., Marshall, P., Lee, J., & Viehland, D. (2008). Electronic Commerce 2008 a managerial perspective. New Jersey: Pearson Education, Inc.,.
Whitten L.J. and Bentley (2007).       System Analysis and Design for the global enterprise,seventh edition Canada:Thomson Course Technology.

Wisher, J. D., Tan, K. C., & Leong, G. K. (2012). Principles of Supply Chain Management : A Balanced Approach. USA: South-Western.

http://espace.library.uq.edu.au/eserv.php?pid=UQ:8169&dsID=n3_Keane_et_al_T.pdf  ( jurnal berjudul THEORETICAL BACKGROUND OF SUPPLY CHAIN MANAGEMENT AND POTENTIAL SUPPLY CHAIN OF NORTH QUEENSLAND TIMBER INDUSTRY ) di akses pada tanggal 7-05-2014 pukul 14:14
http://eprints.utm.my/650/1/CM_55%5B1%5D._Relationship_between_supply_chain._Raja_Marzyani.pdf (jurnal berjudul RELATIONSHIP BETWEEN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT AND OUTSOURCING) di akses pada tanggal 07-05-2014 pukul 19:25
http://thekerinci.wordpress.com/2013/03/14/penerapan-supply-chain-management-pada-carrefour-indonesia/ (Penerapan Supply Chain Management pada Carrefour Indonesia) di akses pada tanggal 07-05-2014 pukul 20:45